sabakbetuah.com AWaSI.ID(Jambi)– Pembatalan debat ketiga Pemilihan Gubernur (Pilgub) Jambi 2024 telah menjadi pukulan telak bagi demokrasi di Provinsi Jambi. Keputusan ini, yang diambil atas permintaan kedua pasangan calon dan disetujui oleh Komisi Pemilihan Umum (KPU) Provinsi Jambi, menuai kritik tajam dari berbagai kalangan, termasuk Aliansi Wartawan Siber Indonesia (AWaSI) Jambi. Tindakan tersebut dinilai sebagai bentuk pengabaian terhadap hak publik dan pencederaan serius terhadap nilai-nilai demokrasi. Senin, 18 November 2024.
“Demokrasi Tidak untuk Dikorbankan!”
Menurut Donner Gultom, Penasehat AWaSI Jambi, pembatalan ini adalah tindakan yang tidak bertanggung jawab dan mencoreng integritas demokrasi.
“KPU sebagai penyelenggara pemilu seharusnya menjadi garda terdepan dalam menjaga transparansi dan keadilan dalam proses demokrasi. Namun, dengan menyetujui pembatalan debat tanpa alasan yang jelas, mereka telah mengabaikan kewajiban mereka dan, lebih buruk lagi, mengkhianati kepercayaan rakyat. Demokrasi tidak boleh dikorbankan hanya karena kepentingan segelintir pihak,” tegas Donner Gultom.
Ia juga menekankan bahwa hak publik untuk mendapatkan informasi mengenai visi, misi, dan program kerja calon pemimpin mereka adalah pilar utama dalam membangun demokrasi yang sehat. “Masyarakat berhak mengetahui siapa yang akan memimpin mereka dan bagaimana mereka berencana membawa perubahan. Pembatalan ini adalah bentuk penghinaan terhadap hak tersebut,” tambahnya.
“Pencederaan Demokrasi yang Tidak Bisa Ditoleransi”
Wakil Ketua AWaSI Jambi, Kang Maman, juga memberikan pernyataan keras mengenai insiden ini.
“Pembatalan debat ini bukan hanya tindakan pengecut, tetapi juga sebuah penghinaan terhadap prinsip-prinsip dasar demokrasi. KPU seharusnya bertanggung jawab penuh untuk memastikan proses ini berjalan dengan adil, transparan, dan tanpa intervensi kepentingan politik tertentu. Kami tidak akan tinggal diam melihat demokrasi di Jambi dirusak seperti ini,” ujar Kang Maman.
Ia menambahkan, kedua pasangan calon yang mengajukan pembatalan juga harus bertanggung jawab karena telah berkontribusi pada tercorengnya proses demokrasi. “Mereka berdua menunjukkan bahwa mereka lebih mementingkan kenyamanan pribadi daripada memberikan transparansi kepada masyarakat yang mereka harapkan akan memilih mereka,” katanya dengan nada tegas.
Pembatalan debat ini berpotensi melanggar beberapa ketentuan hukum, di antaranya:
1. Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum, yang melarang tindakan yang merusak proses demokrasi, serta, yang menetapkan sanksi pidana bagi pelanggaran tersebut.
2. Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia, yang menjamin hak warga negara untuk berpartisipasi dalam pemilu yang jujur dan adil.
3. Peraturan Komisi Pemilihan Umum Nomor 13 Tahun 2024 tentang Kampanye Pemilihan Gubernur dan Wakil Gubernur, Bupati dan Wakil Bupati, serta Walikota dan Wakil Walikota.
AWaSI Jambi mendesak Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) untuk segera melakukan investigasi mendalam terhadap pembatalan debat ini. Jika ditemukan bukti pelanggaran, pihak-pihak yang terlibat, termasuk KPU Provinsi Jambi dan kedua pasangan calon, harus dikenai sanksi tegas sesuai dengan ketentuan yang berlaku.
“Ini bukan hanya soal debat, ini adalah soal integritas demokrasi kita,” ungkap Donner Gultom.
Masyarakat Jambi juga diajak untuk tidak tinggal diam dalam menghadapi situasi ini. Hak mereka untuk mendapatkan informasi yang sah harus terus diperjuangkan. Demokrasi adalah milik bersama, dan setiap warga negara memiliki tanggung jawab untuk menjaganya.
Penutup
Pembatalan debat ketiga Pilgub Jambi 2024 adalah noda hitam dalam sejarah demokrasi Jambi. Tindakan ini tidak boleh dibiarkan berlalu tanpa pertanggungjawaban. Semua pihak harus belajar bahwa demokrasi tidak boleh dikorbankan oleh kepentingan sesaat. AWaSI Jambi berkomitmen untuk terus mengawal kasus ini dan memastikan bahwa suara rakyat Jambi tidak dibungkam. (Red)